} -->
SELAMAT DATANG DI BLOG FOBIA

Sabtu, 22 Oktober 2011

tentang fobia dan logika

Politik di Indonesia gemar berkubang dalam sejumlah fobia. ''Fobia"?rasa takut yang tak masuk akal terhadap sesuatu yang ''bukan-kita"?memang sindrom kehidupan sosial yang tertutup, penuh trauma penindasan dan kekerasan. ''Fobia" juga gejala kejiwaan dalam suasana totaliter yang membenci apa dan siapa saja yang ''bukan-kita". Ada ''komunisto-fobia": waswas bahwa ''bahaya PKI" mengancam kapan saja, di mana saja. Ada ''Kristeno-fobia": cemas bahwa ada komplotan Kristen untuk mengkristenkan Indonesia. Ada juga ''Islamo-fobia": takut ada agenda tersembunyi untuk mendirikan ''negara Islam" di Indonesia. Kasus ceramah Theo Syafei adalah contoh benturan fobia. Isi ceramah September 1998 itu kini menghebohkan. Ia bisa dinilai sebagai mengandung sindrom ''Islamo-fobia" yang klasik. Ceramah itu antara lain menyebut adanya sebagian kalangan politik Islam yang diduga Theo ''fundamentalis", yang berencana membuat republik agama Islam di Indonesia. Theo seorang pensiunan perwira ABRI yang kini aktif dalam politik (ia anggota pengurus pusat PDI Megawati). Ada bagian dari teks yang tersebar sebagai pidatonya itu yang sama sekali tak akurat, dengan kesalahan yang menggelikan (misalnya soal Mayjen Zaki Makarim yang punya kakak "ketua ICMI", misalnya lagi perbedaan antara NU dan Muhammadiyah), dan yang penyampaiannya bisa membuat berang yang terkena. Ada tendensi suka-curiga yang khas militer, dengan kesimpulan yang aneh dan seram agar waspada, ada pula kampanye partai. Tetapi reaksi terhadap ''Theo-logika" itu juga menunjukkan sindrom fobia yang lain lagi. Theo Syafei, seorang Kristen, rupanya memberikan ceramah di lingkungan terbatas di sebuah gereja, di Anyer, Jawa Barat. Namun rekaman dan transkripsi pidato itu beredar beberapa bulan sesudah diucapkan di tempat tertutup. Sekelompok organisasi Islam melaporkannya kepada polisi karena isi pidatonya dianggap ''melecehkan umat Islam" (lihat hal. 21). Dasar laporan ialah pasal 156 KUHP, salah satu dari haatzaai artikelen, yang menghukum orang yang di muka umum menyatakan rasa permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap salah satu golongan di negeri ini. Ada yang perlu dipersoalkan di sini setelah nanti jelas oleh siapa dan untuk siapa rekaman ceramah itu digandakan: di mana batas pemisah yang tegas antara sebuah pernyataan yang dibuat di lingkungan terbatas dan sebuah pernyataan yang dibuat di muka umum dan terbuka? Theo mungkin telah menimbulkan keresahan. Ia mungkin membiarkan, malah menganjurkan, isi ceramahnya disebarluaskan. Tapi akhirnya ada prinsip yang harus jelas dari kasus ini. Akan berbahaya bagi semua orang bila setiap ucapan dalam ruang tertutup, di lingkungan sendiri, bisa digugat. Kelak akan tak tersedia lagi ruang khusus bagi kegiatan pribadi atau paguyuban sendiri. Bagaimanapun, privacy itu perlu dijaga dan dihormati, kecuali dalam masyarakat yang totaliter. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Comments

Pengikut

Popular Posts

My Latest Twitts

Gambar tema oleh Storman. Diberdayakan oleh Blogger.

sms gratis


Make Widget